Efin Fintiana

Emak-emak pengen eksis


2 Comments

Berkah Sinar Matahari

Lebih dari setahun lalu, aku menanam benih cabai rawit di 10 pot plastik, dengan media tanam sampah organik. Waktu itu, kami tinggal di rumah kontrakan, karena rumah kami sedang direnovasi.

Setelah rumah selesai direnov, ke-10 pokok tanaman cabai rawit oranye itu kami boyong ke rumah kami, yang tinggal menyeberang gang. Ke-10 tanaman cabai itu aku tempatkan menyebar di halaman rumah. Ada yang di tempat teduh, ada pula yang langsung terekspos sinar matahari.

Dari 10 pot itu, 4 mati, 2 berbuah lebat hingga beberapa kali dipanen. Nah, 4 lainnya hidup tapi tak kunjung berbuah.

Setelah aku perhatikan, yang 4 cabai tidak berbuah itu berada di tempat teduh. Sedangkan yang berbuah lebat, disinari matahari secara langsung.

Bagi petani beneran, mungkin ke-4 pot yang tak berbuah itu akan dibuang, karena tidak produktif. Bagiku tidak. Aku malah jadi penasaran.

Sebulan terakhir ini, ke-4 pot itu aku pindahkan ke tempat yang terkena sinar matahari.

Hasilnya, sungguh menakjubkan. Tiga tangkai cabai sudah mulai berbuah, sedangkan satu lagi masih malas-malasan. Sungguh, berkah sinar matahari. 🙂


7 Comments

Lihat Kebunku Penuh Sampah Dapur

Rumah kecil kami sedang direnovasi total. Terpaksa lah kami pindah ke rumah tetangga yang kosong. Kebetulan pemiliknya sudah pindah ke perumahan lain.

Sebelumnya, aku biasa membuang sampah organik dari dapur ke lubang-lubang biopori yang dibuat suamiku dan anakku, Fay.

Fay dan ayahnya ngebor lubang resapan biopori.

Tapi di rumah yang kami kontrak ini di halamannya tak ada tanah. Hampir semuanya ditutupi lantai keramik dan plesteran semen. Lagipula belum tentu pemilik rumahnya rela kalau tanahnya dibolongi. 😀

Hmmm, apa yang harus kulakukan? Aha! aku beli sepuluh pot bunga ukuran sedang, lalu aku isi dengan sampah-sampah yang dihasilkan dapurku. Di bawahnya aku taruh bonggol-bonggol jagung dan kulit telur, baru di atasnya aku lemparkan sampah apa saja, yang penting organik.

Setelah agak cukup banyak sampahnya, baru deh aku tanam bibit yang sebelumnya sudah aku simpan di polybag. Polybagnya juga bukan beli, melainkan memanfaatkan plastik bekas refill minyak goreng, deterjen cair, atau plastik refill apa pun yang bentuknya serupa. Tentu saja bagian bawahnya harus dibolongi dulu agar airnya tidak menggenang membusukkan akar.

Nah, sudah beberapa pokok yang berhasil tumbuh dengan subur. Lihat nih, bagus kan?

Tanaman cabe rawit dengan media sampah dapur.Tanaman cabe - sampah dapur.Polybag dari bekas kemasan minyak goreng.


4 Comments

Cara Bikin Bakso

Bahan-bahan

500 gr daging sapi cincang (pilih yang nggak berlemak)
1 sdm garam
50 ml air es
1 1/2 sdm tepung sagu (karena disini enggak ada, saya ganti pake maizena. Resikonya: kekenyalan menjadi agak berbeda. Tapi masih okay lah)
100 ml air
1 sdt merica bubuk
1 siung bawang putih, haluskan
1/2 sdt baking powder

Cara memasak

1. Campur daging sapi, garam dan air es sampai rata (saya pake Food Processor). *tapi kalo enggak punya FP, pake blender biasa juga bisa, kok*
2. Keluarin dari FP, taruh di wadah, tambahin tepung sagu (atau dalam kasus saya: maizena), aduk sambil ditambahin air sedikit demi sedikit, merica, bawang putih halus dan baking powder. Banting-banting adonan sampai kalis (tapi saya biasanya enggak. ehk, kadang kumat malesnya ya, bow!).
3. Rebus bakso di air mendidih sampai bakso terapung (tandanya udah mateng), angkat, tiriskan. Bakso siap dipakai.
Tips: biar bakso nggak menghitam setelah diangkat dari air, langsung cemplungin ke wadah yang berisi air es. Biarkan beberapa saat, baru kemudian tiriskan dan disimpan/dipakai.

Note. Bakso yang udah mateng bisa disimpen di freezer (bukan fridge) selama kurang lebih 4 bulan. Thawing dulu sekitar 6 jam sebelum dipakai.

Bikin Kuah Bakso

Bahan-bahan

1 buah tulang kaki sapi
5 siung bawang putih, cincang halus
5 liter air
1 sdt merica
minyak, buat menumis bawang putih

Cara memasak

1 Panasin minyak, tumis bawang putih sampai harum. Masukkin tulang kaki sapi dan merica bubuk. Gabrukkin ke panci berisi air 5 liter.
2 Rebus pake api kecil sampai air tersisa sekitar 3 liter (iya, lama aja gitu)

Note. aroma harum dan rasa gurih akan keluar dari tulang. Itulah sebabnya proses perebusan harus lama.

Catatan: resep dikutip secara semena-mena dari FB-nya Vina. 😀


6 Comments

Jual Lengkuas

Image

Hari Kamis lalu, sebenarnya bukan jadwalku menjemput Fay dari sekolahnya. Awalnya ayah yang akan menjemput Fay seperti biasanya. Tapi ternyata ada undangan dari konsultan sekolah (psikolog yang menangani Fay) untuk kami agar datang pada jam 10.00 WIB di Sekolah Komunitas Kebon Maen untuk mendiskusikan kelanjutan studi Fay. Kebetulan pula, hari itu ayahnya Fay harus ke Samsat untuk mengurus mutasi surat sepeda motor. Terpaksa lah aku yang harus berangkat.

Tapi berangkat sekolah, Fay tetap diantar ayah. Begitu Fay dan ayahnya berangkat dengan menggunakan motor, aku segera mandi. Maklum perjalanan menggunakan angkot ke sekolah bisa mencapai 2,5 jam bahkan lebih.

Selagi aku berpakaian di kamar, terdengar di luar ada yang mengucap salam. Aku membalas salam seraya keluar rumah. Di depan pintu rumah, seorang lelaki tua yang tak kukenal menungguku. “Ada apa pak?” tanyaku. “Itu, lengkuas dijual gak?” katanya, to the point, sambil menunjuk rumpun lengkuas di trotoar depan rumahku yang kutanam kurang lebih setahun lalu.

Image

“Boleh, mau berapa?” kataku, “Sepuluh ribu,” katanya. “Oh boleh,” aku langsung mengiyakan. Dia pun mengeluarkan dua lembar uang lima ribuan yang sudah lecek. Aku langsung terima saja. “Lumayan, buat nambahin ongkos angkot,” pikirku. 😛

“Nanti, bisa nggak waktu ngambil lengkua, tanaman lainnya gak ikut dibongkar?” tanyaku. Di rumpun lengkuas itu, ada daun suji dan mahkota dewa. Dia pun menyanggupi. 😀

“Punya pacul nggak?” tanyanya. Lha, aku kan mau pergi. Aku bilang saja nggak punya. Lagipula pacul atau cangkul yang besar copot dari jorannya. Perlu dipasang.

Maka, si kakek pun pamitan pulang dulu untuk mengambil cangkul. Ketika dia telah berlalu, aku baru ingat kalau dia nanti membongkar lengkuas, aku lagi pergi. Takutnya dia dimarahi tetangga, karena dikira membongkar rumpun lengkuas tanpa izin. Maka sebelum berangkat, aku ke rumah tetangga sebelah untuk memberitahu kalau aku telah menjual rumpun lengkuasku. Aku berpesan kalau ada kakek-kakek yang memanen rumpun lengkuas itu, biarkan saja. 😀

“Kalo dijual, bagaimana nanti kalo perlu?” tanya tetanggaku itu. “Ah gampang, beli aja dari mbak Sal (tukang sayur langganan) Rp 500 juga dapat banyak. Sisanya bisa ditanam. Lagian jarang juga saya menggalinya kalau perlu, seringnya kalo lagi malas menggali, beli juga. Hehehe.

Ketika aku tiba di rumah sore hari, aku dan Fay mendapati bekas rumpun lengkuas itu sudah rapi. Suji dan mahkota dewa tak rusak sedikit pun.

Foto:

Lengkuas (atas) [chutneychicks.wordpress.com]

Rumpun lengkuas (bawah) [lamanhati.com]