Hari Kamis lalu, sebenarnya bukan jadwalku menjemput Fay dari sekolahnya. Awalnya ayah yang akan menjemput Fay seperti biasanya. Tapi ternyata ada undangan dari konsultan sekolah (psikolog yang menangani Fay) untuk kami agar datang pada jam 10.00 WIB di Sekolah Komunitas Kebon Maen untuk mendiskusikan kelanjutan studi Fay. Kebetulan pula, hari itu ayahnya Fay harus ke Samsat untuk mengurus mutasi surat sepeda motor. Terpaksa lah aku yang harus berangkat.
Tapi berangkat sekolah, Fay tetap diantar ayah. Begitu Fay dan ayahnya berangkat dengan menggunakan motor, aku segera mandi. Maklum perjalanan menggunakan angkot ke sekolah bisa mencapai 2,5 jam bahkan lebih.
Selagi aku berpakaian di kamar, terdengar di luar ada yang mengucap salam. Aku membalas salam seraya keluar rumah. Di depan pintu rumah, seorang lelaki tua yang tak kukenal menungguku. “Ada apa pak?” tanyaku. “Itu, lengkuas dijual gak?” katanya, to the point, sambil menunjuk rumpun lengkuas di trotoar depan rumahku yang kutanam kurang lebih setahun lalu.
“Boleh, mau berapa?” kataku, “Sepuluh ribu,” katanya. “Oh boleh,” aku langsung mengiyakan. Dia pun mengeluarkan dua lembar uang lima ribuan yang sudah lecek. Aku langsung terima saja. “Lumayan, buat nambahin ongkos angkot,” pikirku. 😛
“Nanti, bisa nggak waktu ngambil lengkua, tanaman lainnya gak ikut dibongkar?” tanyaku. Di rumpun lengkuas itu, ada daun suji dan mahkota dewa. Dia pun menyanggupi. 😀
“Punya pacul nggak?” tanyanya. Lha, aku kan mau pergi. Aku bilang saja nggak punya. Lagipula pacul atau cangkul yang besar copot dari jorannya. Perlu dipasang.
Maka, si kakek pun pamitan pulang dulu untuk mengambil cangkul. Ketika dia telah berlalu, aku baru ingat kalau dia nanti membongkar lengkuas, aku lagi pergi. Takutnya dia dimarahi tetangga, karena dikira membongkar rumpun lengkuas tanpa izin. Maka sebelum berangkat, aku ke rumah tetangga sebelah untuk memberitahu kalau aku telah menjual rumpun lengkuasku. Aku berpesan kalau ada kakek-kakek yang memanen rumpun lengkuas itu, biarkan saja. 😀
“Kalo dijual, bagaimana nanti kalo perlu?” tanya tetanggaku itu. “Ah gampang, beli aja dari mbak Sal (tukang sayur langganan) Rp 500 juga dapat banyak. Sisanya bisa ditanam. Lagian jarang juga saya menggalinya kalau perlu, seringnya kalo lagi malas menggali, beli juga. Hehehe.
Ketika aku tiba di rumah sore hari, aku dan Fay mendapati bekas rumpun lengkuas itu sudah rapi. Suji dan mahkota dewa tak rusak sedikit pun.
Foto:
Lengkuas (atas) [chutneychicks.wordpress.com]
Rumpun lengkuas (bawah) [lamanhati.com]