Efin Fintiana

Emak-emak pengen eksis


Leave a comment

Seledri Tak Jadi Mati


Menanam dengan sistem hidroponik itu gampang-gampang susah. Maksudnya, gampang bagi yang sudah ahli di bidang hidroponik, atau minimal mereka yang telaten. Tapi bagi saya yang kurang telaten dan malas merawatnya, tanaman hidroponikku jarang yang bisa bertahan lama.

Contohnya tanaman seledri. Entah berapa puluh kali pot self watering dengan media hidroton ini berganti bibit seledri. Semuanya berakhir sama: mati.

Mungkin karena pemakaian nutrisinya yang kurang pas. Ini pun aku menggunakan cara pembiakan vegetatif, karena aku belum berhasil menanam seledri dengan cara menyemai benihnya.

* * *

Suatu hari, suamiku membeli mesin KanGen Water, yaitu mesin yang bisa menghasilkan air minum sehat, karena mengandung alkaline, anti-oksidan, dan micro cluster, dengan Ph (tingkat keasaman) mulai dari air netral (Ph 7), air alkaline (Ph 8,5 – 9,5), hingga air untuk pembersih dan antiseptik.

Saat mesinnya dioperasikan untuk membuat air minum yang menyehatkan (juga air untuk pembersih/Strong KanGen dan air untuk kecantikan/Beauty Water, dan juga air antiseptik/Strong Acid), air buangannya berupa air yang sedikit mengandung asam, biasanya dibuang begitu saja.

Berdasarkan info sewaktu pelatihan hidroponik, bahwa air untuk hidroponik itu sedikit mengandung asam, aku coba air buangan KanGen Water ini untuk mengisi pot self watering, dan di atasnya kutanam akar seledri yang kubeli dari tukang sayur. Seledrinya sudah dipakai untuk masak.

Awalnya, seledri itu layu (seperti biasanya). Tapi aku biarkan saja, dan tidak segera kucabut lalu dibuang. Beberapa hari kemudian, eee malah kelihatan ada kemajuan.

Dan seledrinya menjadi segar dan hidup. Mudah-mudahan bukan PHP nih. Padahal, airnya tidak kuberi nutrisi hidroponik sama sekali.

Itu pengalamanku. Bagaimana dengan anda? 🙂  ***

Catatan: biasanya seledri dengan air hidroponik yang diberi nutrisi, awalnya seledri itu segar, tapi lama-lama layu lalu mati. Dengan air asam dari KanGen Water, awalnya justru layu, tapi 3-4 hari kemudian, seledrinya menjadi segar dan muncul tunas baru.

Keterangan:

Foto atas: Seledri yang kembali bersemi

Foto bawah: Mesin KanGen Water dan seledri yang layu, sebelum dikasih KanGen Water


2 Comments

Berkah Sinar Matahari

Lebih dari setahun lalu, aku menanam benih cabai rawit di 10 pot plastik, dengan media tanam sampah organik. Waktu itu, kami tinggal di rumah kontrakan, karena rumah kami sedang direnovasi.

Setelah rumah selesai direnov, ke-10 pokok tanaman cabai rawit oranye itu kami boyong ke rumah kami, yang tinggal menyeberang gang. Ke-10 tanaman cabai itu aku tempatkan menyebar di halaman rumah. Ada yang di tempat teduh, ada pula yang langsung terekspos sinar matahari.

Dari 10 pot itu, 4 mati, 2 berbuah lebat hingga beberapa kali dipanen. Nah, 4 lainnya hidup tapi tak kunjung berbuah.

Setelah aku perhatikan, yang 4 cabai tidak berbuah itu berada di tempat teduh. Sedangkan yang berbuah lebat, disinari matahari secara langsung.

Bagi petani beneran, mungkin ke-4 pot yang tak berbuah itu akan dibuang, karena tidak produktif. Bagiku tidak. Aku malah jadi penasaran.

Sebulan terakhir ini, ke-4 pot itu aku pindahkan ke tempat yang terkena sinar matahari.

Hasilnya, sungguh menakjubkan. Tiga tangkai cabai sudah mulai berbuah, sedangkan satu lagi masih malas-malasan. Sungguh, berkah sinar matahari. 🙂


Leave a comment

Sampah Organik di Mangkok Retak

Ngapain tuh mangkok retak ditaruh di dekat tempat cuci piring? Kenapa nggak dibuang aja sih?
Mangkok retak itu emang sengaja diletakkan di dekat sink untuk menampung sampah-sampah organik yang tersisa dari piring-piring kotor. Selain agar sink tidak tersumbat, sampah organik itu juga dibuang ke pot-pot tanaman dan lubang biopori.
Jadi, sampah yang diangkut tukang sampah setiap Rabu dan Sabtu sudah bebas sampah organik (yang menyebabkan truk-truk sampah berbau busuk).
Rencananya sih nanti mau bikin kompos dari sampah organik itu. Hanya saja alat pembuat kompos sederhananya belum dibikin.
mangkok_retakOK


7 Comments

Lihat Kebunku Penuh Sampah Dapur

Rumah kecil kami sedang direnovasi total. Terpaksa lah kami pindah ke rumah tetangga yang kosong. Kebetulan pemiliknya sudah pindah ke perumahan lain.

Sebelumnya, aku biasa membuang sampah organik dari dapur ke lubang-lubang biopori yang dibuat suamiku dan anakku, Fay.

Fay dan ayahnya ngebor lubang resapan biopori.

Tapi di rumah yang kami kontrak ini di halamannya tak ada tanah. Hampir semuanya ditutupi lantai keramik dan plesteran semen. Lagipula belum tentu pemilik rumahnya rela kalau tanahnya dibolongi. 😀

Hmmm, apa yang harus kulakukan? Aha! aku beli sepuluh pot bunga ukuran sedang, lalu aku isi dengan sampah-sampah yang dihasilkan dapurku. Di bawahnya aku taruh bonggol-bonggol jagung dan kulit telur, baru di atasnya aku lemparkan sampah apa saja, yang penting organik.

Setelah agak cukup banyak sampahnya, baru deh aku tanam bibit yang sebelumnya sudah aku simpan di polybag. Polybagnya juga bukan beli, melainkan memanfaatkan plastik bekas refill minyak goreng, deterjen cair, atau plastik refill apa pun yang bentuknya serupa. Tentu saja bagian bawahnya harus dibolongi dulu agar airnya tidak menggenang membusukkan akar.

Nah, sudah beberapa pokok yang berhasil tumbuh dengan subur. Lihat nih, bagus kan?

Tanaman cabe rawit dengan media sampah dapur.Tanaman cabe - sampah dapur.Polybag dari bekas kemasan minyak goreng.