Efin Fintiana

Emak-emak pengen eksis


Leave a comment

Kemarau Panjang, Hematlah Air!

Dulu, aku sebel banget deh kalau melihat almarhumah ibu saya menaruh ember di sink atau tempat cuci piring. “Merusak pemandangan nih,” pikirku, yang saat itu masih gadis remaja. Hehehe. Buat apa sih beliau menaruh ember di situ?

Jpeg

Air cucian di ember.

Ternyata…

Air, kalau lagi banyak, sadar atau tidak sadar, sering kita hambur-hamburkan. Baru terasa kalau lagi kemarau panjang seperti sekarang ini.

Sebenarnya, banyak cara untuk menghemat air. Salah satunya, seperti dilakukan almarhumah ibuku, yang menaruh ember di bak cuci piring tadi. Buat apa?

Itu buat menampung air sisa cuci sayuran, cuci beras, dan cuci-cuci lainnya yang tidak menggunakan sabun. Soalnya, air tampungan itu bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman.

Jpeg

Air cucian ditampung.

Keuntungannya, selain tanaman tetap segar dan hidup kendati kemarau, juga tidak melukai perasaan tetangga karena menggunakan air banyak-banyak untuk menyiram tanaman.

Begitu pula kalau berwudhu. Air wudhu ditampung di ember, yang kemudian digunakan untuk menyiram kloset atau WC. Bisa juga untuk bersih-bersih (menyikat) kamar mandi.

Di masjid atau mushala, aku sering lihat orang berwudhu dengan membuka keran secara maksimal, dan air menggelontor dengan derasnya. Padahal, dalam berwudu, kita bisa menggunakan air seperlunya. Jika memakai keran, kerannya dibuka sekadarnya. Dengan air mengucur kecil pun, wudhu kita sah. Demikian pula kalau memakai gayung, cukup satu gayung. Rasulullah SAW tidak mencontohkan berwudhu sambil membuang-buang air.

Di Masjid Salman ITB, Kota Bandung, keran air wudhu sampai diakali agar tidak bisa mengocor deras, melainkan air keluar seperlunya.

Soal menggunakan air secara hemat untuk berwudhu, kita perlu belajar sama orang Afrika -yang iklimnya relatif kering. Mereka biasa berwudhu dengan menggunakan sebotol air mineral ukuran 600 ml.

Begitu pula dengan orang Rohingnya Myanmar. Mereka terbiasa menggunakan air secara minimal.

Jpeg

Penampungan air hujan.

Ketika musim hujan tiba, kita juga masih bisa menghemat dengan cara menampung air hujan. Misalnya menaruh ember di bawah air cucuran atap. Airnya bisa digunakan untuk untuk menggosok lantai kamar mandi dan kloset, atau untuk mencuci lantai teras depan atau carport.


4 Comments

Lagu Anak-anak yang Dibenci Pecinta Lingkungan

Sepasang kenari yang baru kubeli
Kukurung di dalam sangkar indah sekali
Riang gembira bernyanyi tak berhenti
Tri li lil ililililililili

Begitu bunyi lirik lagu anak-anak yang kukenal sejak kecil. Isinya pasti bikin jengkel para pencinta lingkungan hehehe.
Tapi kelihatannya anak-anak jaman sekarang tak mengenal lagu ini. Soalnya ketika kemarin berlebaran, seorang keponakan yang berumur 17 tahun tidak familiar dengan lagu ini. Bagus deh. hehehe


8 Comments

Kenapa? Mundur nih? :P

Inbox message-ku menyala. Seorang lelaki 34 tahun menyapaku:

dia: assalam

aku: waalaikumsalam

dia: apa kbr?

aku; alhamdulillah

dia: lg dmn?

aku: di rumah

dia: ntar soree ada waktu?

(aku mulai curiga, tapi tetap berbaik sangka, mungkin dia mau beli daganganku)

aku: buat apa? mau join oriflame? atau mau beli abon, dendeng, baksao, atau siomay? atau semunya? 😀

dia: bole

bisa silaturahmi ntar sorew?

nuhun

aku: emang rumahnya di mana?

dia: ku rncaekek

bisa?

semoga allah meridoi.

aku mulai bingung! Lha, rancaekek kan di Bandung toh? tapi gak yakin maksudnya rancaekek juga.

aku: apaan tuh? maksudnya apaan? (rncaekek)

dia: ketemuan

gmn?

aku: datang aja ke rumah. tapi kalo ada suami saya aja.

dia: waduhhh

aku: kok waduh? kan tadi katanya mau silaturahmi?

tak ada balasn lagi. tertulis: dilihat 11.00

Walah, maksudnya apa ya? dia gak tau status saya? umur saya? atau gimana sih ni orang. padahal kan saya jelas sekali di FB menyatakan diri sebagai ibu rumah tangga yang jelas ada suaminya, punya anak autis, tanggal lahirnya juga jelas menyatakan umur saya hampir 46 tahun loh… 😛 😀