Efin Fintiana

Emak-emak pengen eksis


4 Comments

Dibawa KRL Keliling Jakarta

Jumat, 7 Desember 2012, seharusnya Fay mengikuti kegiatan sekolah; berenang di kolam renang Pesona Khayangan. Tapi pagi-pagi menjelang keberangkatan, shadow teachernya Fay meng-SMS. Katanya, dia tak bisa mendampingi Fay karena harus mendampingi saudaranya yang melahirkan. Kami pun mendadak mengubah rencana. Aku, yang sedang banyak pekerjaan di rumah, harus menggantikan shadow teachernya Fay mendampingi Fay di kolam renang. Tadinya, aku hanya akan menjemput Fay seusai berenang, dan setelah itu kami berdua langsung berangkat ke rumah Apih di Penggilingan.

Ketika kami sampai di halaman depan kolam renang, tak terlihat seorang pun yang kami kenal. Mungkin mereka sudah berada di kolam. 😀 Aku menelepon ibunya teman Fay yang juga anak berkebutuhan khusus. Biasanya dia selalu didampingi ibunya. Tapi ternyata temannya Fay hari itu tidak ikut berenang. Hayyah, yang ikut renang berarti cuma anak-anak lain aja. Males ah harus mendampingi Fay sendirian di kolam renang. Aku langsung memutuskan untuk langsung berangkat aja ke Penggilingan naik KRL. Untung Fay tidak protes maupun maksa untuk renang, karena mungkin dalam pikirannya memang acaranya tidak jadi. 😛 Hihihi

Kemudian kami naik angkot ke Terminal Depok, lalu jalan kaki menuju stasiun KA Depok Baru. Ketika membeli tiket, ternyata aku tahu bahwa kereta berikutnya adalah Commuter Line menuju Jatinegara.

KRL_commuter

Biasanya aku selalu turun di Stasiun Tebet, kemudian naik angkot ke terminal Kp Melayu, lalu disambung Bus TransJakarta koridor 11, menuju Pulogebang. Padahal sebenarnya sejak jalur ke Jatinegara dibuka, aku ingin mencobanya. Tapi aku selalu dalam keadaan tergesa-gesa ingin segera sampai ke rumah karena Fay dan ayahnya yang naik motor, kadang datang lebih dulu.

Karena kali ini aku berdua dengan Fay, dan hari masih pagi, tak ada yang menunggu pula, maka aku meniatkan untuk naik kereta itu sampai tujuan akhir di Jatinegara.

Ternyataa sodara-sodaraaa… keputusanku selama ini turun di Tebet adalah benar. Pasalnya, kereta ke Jatinegara itu jalurnya jauh sekali, serasa berkeliling Jakarta booo! Bayangkan saja, setelah stasiun Tebet, kami melewati sederatan Stasiun: Manggarai, Sudirman, Karet, Tanah Abang, Duri, Angke, Kampung Bandan (dekat Ancol), Rajawali, Kemayoran, Pasar Senen, Sentiong, Kramat, Pondok Jati, dan baru deh sampai di Jatinegara. BTW, aku baru menginjakkan lagi kakiku di Stasiun Jatinegara, setelah –rasanya– berabad-abad lalu. Padahal dulu, setiap dua minggu sekali, waktu masih kuliah di Bandung, aku pulang ke Jakarta naik kereta Parahyangan Jumat sore, dan kembali ke Bandung Senin subuh dari Jatinegara, dan langsung kuliah di kampus. 😛

Kembali lagi ke cerita di atas. Sampai di Stasiun Manggarai, kirain penumpang akan banyak yang turun. Ternyata malah tambah banyak. Baru di Stasiun Sudirman penumpang agak berkurang sedikit. Nah, di Stasiun Karet, baru deh banyak yang turun sehingga kami mendapat tempat duduk. Setelah itu berangsur-angsur penumpang berkurang. Bahkan ketika sampai di Stasiun Sentiong, cuma ada aku, Fay, dan seorang lagi di gerbong wanita itu. Hehehehe.

Entah kenapa, jalur Lingkar Jakarta itu dibuka ya? Padalah penumpangnya kurang gitu. Gak rugi gitu PT KAI?

Walaaah… ini mah keliling Jakarta benerrr… 😀 Puas sih, dengan harga tiket cuma Rp 8000 bisa keliling gitu. Turun kari kereta, keluar dari stasiun, kami langsung naik tangga menuju halte bus TransJakarta deh. Kebetulan, rumah Apihnya Fay tak jauh dari halte Bus TJ (Penggilingan). Jadi, kami tinggal berjalan kaki ke sana. 😀


Leave a comment

Nyoba Bonceng Fay Lagi

Kamis, 6 September 2012, ayahnya Fay tak bisa menjemput Fay dari sekolah, karena harus menghadiri rapat di jam yang hampir bersamaan waktu kepulangan Fay.

Biasanya kalau aku harus menjemput Fay, aku menggunakan kendaraan umum, naik angkot. Dari rumah ke sekolahnya Fay aku harus tiga kali naik angkot, disambung jalan kaki.

Lama perjalanan kira-kira dua jam. Itu karena angkot dari Sasakpanjang ke Citayam jalannya super lelet. Bayangkan saja, jarak tempuh yang hanya 7 kilometer memakan waktu satu jam! Karenanya, aku ingin mulai aktif lagi bersepeda motor, seperti rencana semula waktu membeli motor matik; agar aku bisa mengantar-jemput sekolah Fay.

Sebelumnya, aku pernah mengendarai motor sendirian ke sekolah Fay di Cimanggis, yang berjarak 21 kilometer, melewati jalanan ramai. Aku menjemput Fay dari sekolah ke rumah, seperti yang aku ceritakan di sini.

Waktu itu, kami janjian dengan suami, untuk ketemu di sekolah. Aku dari rumah, sedangkan suami dari kantornya. Dari sekolah, aku yang membonceng Fay, suamiku mengawal. Ternyata, selama perjalanan Fay tak mau duduk diam. Dia bergoyang kiri-kanan sesuka hatinya. Susah payah aku menjaga keseimbangan motor.

Selamat sih selamat sampai rumah, tapi kedua jempol tanganku mati rasa, karena dengan sekuat tenaga menahan setang agar tetap lurus. Stress banget deh… Sejak itu, aku tak pernah mencoba membonceng Fay lagi…

Tapi sekarang ini, saking jengkelnya dengan angkot yang tak bisa diandalkan, aku ingin mencoba lagi berlatih menjemput Fay dengan motor. Tapi karena tak didampingi suami, aku ambil resiko yang paling kecil dulu; perjalanan dari rumah ke Stasiun Citayam (PP), dan menitipkannya di sana, untuk disambung dengan angkot. Maklum, aku kan belum terlalu mahir di jalan raya, dan belum punya SIM (polisi Depok “galak-galak”).

Hari itu Fay pulang sekitar bada dzuhur, pulang lebih dulu dari teman-temannya yang pulang jam 14.00. Hal ini karena Ibu Nur, shadow teacher Fay harus ke Kebon Maen untuk ikut pelatihan. Aku berangkat jam 10.00. Dengan menggunakan motor, aku bisa menempuh Sasakpanjang-Citayam dalam waktu setengah jam. Padahal kecepatanku rata-rata cuma 30 km/jam. Dengan motor sepelan itu, aku masih bisa menyalip empat angkot yang berjauhan satu sama lain.

Di belakang Stasiun Citayam, motor aku titipkan di penitipan motor, disambung dua kali naik angkot, kemudian jalan kaki. Pulangnya, kami berua jalan kaki ke Simpangan Depok, kemudian naik angkot dua kali.

Di angkot aku sudah bilang ke Fay, kalo nanti dari Citayam kami akan naik motor. Aku mewanti-wanti Fay agar tidak bergoyang-goyang selama di motor. Tapi, ya gitu deh… Selama dibonceng, kedua tangan Fay tidak berpegangan. Sepanjang jalan Citayam-Sasakpanjang aku terus-terusan berteriak: “Fay, diam! jangan bergoyang-goyang!”

Alhamdulillah, kami tiba dengan selamat sampai di rumah. Jempol tanganku agak sakit sedikit, tapi tak sampai mati rasa seperti dulu lagi. Mungkin karena jaraknya tidak terlalu jauh.

Mudah-mudahan menjemput Fay dengan motor bisa menjadi kegiatan rutin, yang membuatku semakin mahir mengendarai motor.