Efin Fintiana

Emak-emak pengen eksis


6 Comments

“Kayak Tikus Kecebur Got”

motor_hujan2an

Kamis, 28 Maret 2013 aku menjemput Fay dari sekolah. Seperti biasa, aku cuma bawa motor sampai Stasiun Citayam, lalu menitipkannya ke penitipan motor di belakang stasiun.

Pulangnya, setibanya di penitipan motor kembali, cuaca nampak cerah sekali. Jadi, tenang saja aku membonceng Fay sepanjang 7 kilometer jalan antara Citayam dan Sasakpanjang.

Tapi, di tengah perjalanan, kira-kira 2 km menjelang rumah, secara mendadak turun hujan lebat sekali. Deras, sederas-derasnya. Aku langsung menepi dan mencari tempat berteduh terdekat, sebuah tempat pencucian motor yang tutup. Jadi kami hanya bisa berteduh di bawah atap teras selebar setengah meter.

Jadi, boleh dibilang percuma kami berteduh juga, sebab dalam sekejap kami sudah basah kuyup. Meski begitu, aku berusaha membuka bungkusan jas hujan yang diikatkan di dek motor matikku. Lalu menyodorkannya pada Fay. Aku masukkan tas sekolah Fay ke dalam kantong plastik besar, yang memang disiapkan suamiku untuk keadaan darurat seperti ini.

Fay dan aku berhasil memakai jas hujan masing-masing. Tapi badan dan pakaian kami sebenarnya sudah basah kuyup, sampai ke dalam-dalam. Hehehe… Untungnya, kami berdua mengenakan helm, jadi kepala kami tetap kering.

Setelah hujan agak mereda, kami meneruskan perjalanan. Selama perjalanan, hujan makin mereda. Begitu 1 km menjelang perumahan kami, keadaan benar-benar kering, sodara-sodara!

Huwaaa… Untung ketika sampai depan rumah, tak ada tetangga kiri-kanan yang melihat kami. Jadi nggak ada yang nanya: “Ibu kenapa kok kayak tikus kecebur got gitu?” ๐Ÿ˜›

Foto:ย touringbikers.com


Leave a comment

31 Desember 1933

apih_fay

Ini adalah tanggal kelahiran ayahku. Kami sebagai keluarga inti dan sebagian keluarga besar, dengan mudah mengingatnya, karena tanggal yang “istimewa” itu. Ayahku dulu sambil bergurau sering bilang kalau ulang tahunnya dirayakan oleh umat manusia di seluruh dunia. Ya iya lah! Tanggal 31 Desember, akhir tahun, apalagi beliau dilahirkan tepat jam 12 malam alias malam pergantian tahun. Harinya hari minggu, kalau nggak salah. Jadi mana mungkin aku tak ingat tanggal kelahiran ayahku.

Rabu, 19 Desember 2012 lalu, ketika aku mendaftarkan ayahku untuk mendapat kamar ICU di RS Thamrin Salemba, petugas penerima pendaftaran menanyakan tanggal lahir ayahku. Aku sebutkan bulan Juni 1936. ย Tapi petugas RS memintaku memberikan tanggalnya. Karena lupa, aku lari dulu menemui adikku untuk menanyakan tanggalnya. Ternyata, adikku juga tidak ingat. Dokter jaga UGD yang sedang bicara dengan adikku memandang kami dengan pandangan heran. Mungkin dalam pikirannya, bagaimana sih, kok bisa-bisanya kami tidak ingat hari ulang tahun ayahnya sendiri?

Untunglah, adikku segera memberikan kartu berobat, yang di dalamnya tertulis tanggal, bulan, dan tahun lahir ayahku (yang 1936). Jadi petugas pendaftaran bisa segera memroses pendaftaran itu.

Mengapa kami tak ingat tanggal lahir ayah kami? Karena memang ayahku di dalam semua dokumen resminya tidak menggunakan tanggal lahirnya yang sebenarnya, yaitu tanggal 31 Desember 1933. Beliau malah menggunakan tanggal lahir adik perempuannya yang meninggal saat dia masih kecil.

Kami tidak tahu mengapa kakek memberikan tanggal lahir adik perempuan ayahku untuk disematkan dalam identitas ayahku, waktu pertama kali masuk sekolah. Ayahku pun tak tahu alasannya. Sebagai anak, beliau hanya menerima saja ketika ayahnya memberikan tanggal itu untuk dipakai ayahku di identitas waktu sekolah, kemudian kartu identitasnya.

Malamnya, Rabu, 19 Desember 2012, ayahku menghembuskan nafasnya yang terakhir sekitar jam 22.30. Dua belas hari menjelang ulang tahunnya yang ke 79. Keesokan harinya, kami menguburkannya dan di nisannya kami tuliskan tanggal lahirnya yang asli: 31 Desember 1933. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun… Beristirahatlah dengan tenang Apa. Ya Allah, izinkanlah ayahku mendapat ampunanMu dan memasuki surgaMu kelak. Aamiin…

Allahummaghfir lahu warhamhu wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahuย wassi’ mudkholahu waghsilhu bilmaa`i wats tsalji wal barodi wa naqqihi minal khothooyaa kamaa naqqaitats tsaubal abyadla minad danasi wa abdilhu daaron khoiron min daarihi wa ahlan khoiron min ahlihi wa zaujan khoiron min zaujihi wa adkhilhul jannata wa a’idzhu min ‘adzaabil qobri au min ‘adzaabin naar.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka.


4 Comments

Dibawa KRL Keliling Jakarta

Jumat, 7 Desember 2012, seharusnya Fay mengikuti kegiatan sekolah; berenang di kolam renang Pesona Khayangan. Tapi pagi-pagi menjelang keberangkatan, shadow teachernya Fay meng-SMS. Katanya, dia tak bisa mendampingi Fay karena harus mendampingi saudaranya yang melahirkan. Kami pun mendadak mengubah rencana. Aku, yang sedang banyak pekerjaan di rumah, harus menggantikan shadow teachernya Fay mendampingi Fay di kolam renang. Tadinya, aku hanya akan menjemput Fay seusai berenang, dan setelah itu kami berdua langsung berangkat ke rumah Apih di Penggilingan.

Ketika kami sampai di halaman depan kolam renang, tak terlihat seorang pun yang kami kenal. Mungkin mereka sudah berada di kolam. ๐Ÿ˜€ Aku menelepon ibunya teman Fay yang juga anak berkebutuhan khusus. Biasanya dia selalu didampingi ibunya. Tapi ternyata temannya Fay hari itu tidak ikut berenang. Hayyah, yang ikut renang berarti cuma anak-anak lain aja. Males ah harus mendampingi Fay sendirian di kolam renang. Aku langsung memutuskan untuk langsung berangkat aja ke Penggilingan naik KRL. Untung Fay tidak protes maupun maksa untuk renang, karena mungkin dalam pikirannya memang acaranya tidak jadi. ๐Ÿ˜› Hihihi

Kemudian kami naik angkot ke Terminal Depok, lalu jalan kaki menuju stasiun KA Depok Baru. Ketika membeli tiket, ternyata aku tahu bahwa kereta berikutnya adalah Commuter Line menuju Jatinegara.

KRL_commuter

Biasanya aku selalu turun di Stasiun Tebet, kemudian naik angkot ke terminal Kp Melayu, lalu disambung Bus TransJakarta koridor 11, menuju Pulogebang. Padahal sebenarnya sejak jalur ke Jatinegara dibuka, aku ingin mencobanya. Tapi aku selalu dalam keadaan tergesa-gesa ingin segera sampai ke rumah karena Fay dan ayahnya yang naik motor, kadang datang lebih dulu.

Karena kali ini aku berdua dengan Fay, dan hari masih pagi, tak ada yang menunggu pula, maka aku meniatkan untuk naik kereta itu sampai tujuan akhir di Jatinegara.

Ternyataa sodara-sodaraaa… keputusanku selama ini turun di Tebet adalah benar. Pasalnya, kereta ke Jatinegara itu jalurnya jauh sekali, serasa berkeliling Jakarta booo! Bayangkan saja, setelah stasiun Tebet, kami melewati sederatan Stasiun: Manggarai, Sudirman, Karet, Tanah Abang, Duri, Angke, Kampung Bandan (dekat Ancol), Rajawali, Kemayoran, Pasar Senen, Sentiong, Kramat, Pondok Jati, dan baru deh sampai di Jatinegara. BTW, aku baru menginjakkan lagi kakiku di Stasiun Jatinegara, setelah –rasanya– berabad-abad lalu. Padahal dulu, setiap dua minggu sekali, waktu masih kuliah di Bandung, aku pulang ke Jakarta naik kereta Parahyangan Jumat sore, dan kembali ke Bandung Senin subuh dari Jatinegara, dan langsung kuliah di kampus. ๐Ÿ˜›

Kembali lagi ke cerita di atas. Sampai di Stasiun Manggarai, kirain penumpang akan banyak yang turun. Ternyata malah tambah banyak. Baru di Stasiun Sudirman penumpang agak berkurang sedikit. Nah, di Stasiun Karet, baru deh banyak yang turun sehingga kami mendapat tempat duduk. Setelah itu berangsur-angsur penumpang berkurang. Bahkan ketika sampai di Stasiun Sentiong, cuma ada aku, Fay, dan seorang lagi di gerbong wanita itu. Hehehehe.

Entah kenapa, jalur Lingkar Jakarta itu dibuka ya? Padalah penumpangnya kurang gitu. Gak rugi gitu PT KAI?

Walaaah… ini mah keliling Jakarta benerrr… ๐Ÿ˜€ Puas sih, dengan harga tiket cuma Rp 8000 bisa keliling gitu. Turun kari kereta, keluar dari stasiun, kami langsung naik tangga menuju halte bus TransJakarta deh. Kebetulan, rumah Apihnya Fay tak jauh dari halte Bus TJ (Penggilingan). Jadi, kami tinggal berjalan kaki ke sana. ๐Ÿ˜€


4 Comments

Kalo Rhoma jadi Presiden RI…

1. Lembur pegawai akan dilarang karena BEGADANG tiada artinya..;
2. Buat PNS, PP10 tentang larangan poligami akan dicabut.
3. Akan tunjangan istri I, II, III, dan IV,
4. Presiden akan sering BERKELANA bahkan sampai 3 kali.
5. Kredibilitas Indonesia di mata donor meningkat dengan strategi GALI LOBANG TUTUP LOBANG.
6. Penduduk Indonesia tetap 135 JUTA.
7. Kata “prihatin” hilang berganti menjadi THERLALU.
8. BNN berubah menjadi BAM (Badan Anti MIrasantika).
9. Diusulkan menjadi pahlawan SATRIA BERGITAR.
10. TNI berubah menjadi ABRI (Anak Buah Rhoma Irama).
11. Lagu ANI akan menjadi lagu nasional.
(sumber: BBM)


15 Comments

Dia Tak Sadar Anaknya Mati

Sekitar seminggu lalu kucing betina itu tiba-tiba saja menghuni gudang kami. Bukan cuma sendirian, tapi membawa empat bayinya yang masih belum melek! Mereka rupanya masuk ke gudang melalui para (ruang antara plafon dan atap); jalan yang biasanya dilalui tikus.

Aku gak begitu rela sebenarnya ada kucing masuk ke rumahku. Tapi demi peri kebinatangan, aku biarkan saja mereka “ngekost” tanpa ijin, apalagi bayar. ๐Ÿ˜› Lagipula biasanya kucing beranak jarang menetap lama di suatu tempat, karena kebiasaan induk kucing adalah memindah-mindahkan anaknya.

Beberapa hari setelah menetap di gudang, suamiku menemukan satu bayi kucing mati. Kemungkinan tertindih badan emaknya ketika menyusui, karena biasanya dia tidak lihat-lihat dulu di mana dia akan merebahkan badannya. Untungnya bangkai anak kucing langsung ketahuan sebelum bau. Jadi bisa segera dikuburkan oleh suamiku di tanah kosong seberang rumah.

Sejak dua hari lalu, aku sudah tak mendengar eongan anak-anak kucing dari arah gudang. Kupikir, induk kucing itu sudah memindahkan anak-anaknya ke tempat lain seperti kebiasaan kucing pada umumnya. Tapi anehnya, si emak masih bolak-balik ke gudang dan mengeong keras-keras seperti memanggil anak-anaknya itu.

Tadi pagi, aku mencium bau yang kurang sedap dari arah gudang, Aku pun memeriksa ke gudang, dan o-ow… ada seekor anak kucing yang mati! Wah… nampaknya sudah mati sejak dua hari lalu. ๐Ÿ˜ฆ

Tadinya aku mau membiarkan suamiku saja yang nanti menguburkannya, karena aku cuma berdua saja dengan Fay. Kalau aku sibuk beraktivitas, Fay suka bikin ulah yang aneh-aneh. Lagi pula letak anak kucing mati itu agak susah dijangkau, karena berada di kolong tumpukan barang-barang dan terhalang bekas teralis besi.

Lama-lama, kok baunya semakin menyengat saja, daripada bangkai itu menyebarkan aroma tidak sehat, aku mengambil kesempatan ketika Fay asik dengan laptop ayahnya. Aku buru-buru mengambil bangkai anak kucing itu dengan pacul kecil. Untungnya badanya cukup kecil untuk melewati teralis besi. Buru-buru aku keluar lewat garasi motor dan menguburkan anak kucing itu di bawah pohon pepaya di kebun seberang rumah.

Setelah penguburan yang terburu-buru itu, rupanya si induk kucing masih juga belum sadar kalo anaknya mati satu lagi. Dia masih saja mampir ke gudang dan mengeong keras-keras mencari anaknya yang mati.

Kesianan…ย  kalo kata orang Sasakpanjang. ๐Ÿ˜ฆ


6 Comments

Jual Lengkuas

Image

Hari Kamis lalu, sebenarnya bukan jadwalku menjemput Fay dari sekolahnya. Awalnya ayah yang akan menjemput Fay seperti biasanya. Tapi ternyata ada undangan dari konsultan sekolah (psikolog yang menangani Fay) untuk kami agar datang pada jam 10.00 WIB di Sekolah Komunitas Kebon Maen untuk mendiskusikan kelanjutan studi Fay. Kebetulan pula, hari itu ayahnya Fay harus ke Samsat untuk mengurus mutasi surat sepeda motor. Terpaksa lah aku yang harus berangkat.

Tapi berangkat sekolah, Fay tetap diantar ayah. Begitu Fay dan ayahnya berangkat dengan menggunakan motor, aku segera mandi. Maklum perjalanan menggunakan angkot ke sekolah bisa mencapai 2,5 jam bahkan lebih.

Selagi aku berpakaian di kamar, terdengar di luar ada yang mengucap salam. Aku membalas salam seraya keluar rumah. Di depan pintu rumah, seorang lelaki tua yang tak kukenal menungguku. “Ada apa pak?” tanyaku. “Itu, lengkuas dijual gak?” katanya, to the point, sambil menunjuk rumpun lengkuas di trotoar depan rumahku yang kutanam kurang lebih setahun lalu.

Image

“Boleh, mau berapa?” kataku, “Sepuluh ribu,” katanya. “Oh boleh,” aku langsung mengiyakan. Dia pun mengeluarkan dua lembar uang lima ribuan yang sudah lecek. Aku langsung terima saja. “Lumayan, buat nambahin ongkos angkot,” pikirku. ๐Ÿ˜›

“Nanti, bisa nggak waktu ngambil lengkua, tanaman lainnya gak ikut dibongkar?” tanyaku. Di rumpun lengkuas itu, ada daun suji dan mahkota dewa. Dia pun menyanggupi. ๐Ÿ˜€

“Punya pacul nggak?” tanyanya. Lha, aku kan mau pergi. Aku bilang saja nggak punya. Lagipula pacul atau cangkul yang besar copot dari jorannya. Perlu dipasang.

Maka, si kakek pun pamitan pulang dulu untuk mengambil cangkul. Ketika dia telah berlalu, aku baru ingat kalau dia nanti membongkar lengkuas, aku lagi pergi. Takutnya dia dimarahi tetangga, karena dikira membongkar rumpun lengkuas tanpa izin. Maka sebelum berangkat, aku ke rumah tetangga sebelah untuk memberitahu kalau aku telah menjual rumpun lengkuasku. Aku berpesan kalau ada kakek-kakek yang memanen rumpun lengkuas itu, biarkan saja. ๐Ÿ˜€

“Kalo dijual, bagaimana nanti kalo perlu?” tanya tetanggaku itu. “Ah gampang, beli aja dari mbak Sal (tukang sayur langganan) Rp 500 juga dapat banyak. Sisanya bisa ditanam. Lagian jarang juga saya menggalinya kalau perlu, seringnya kalo lagi malas menggali, beli juga. Hehehe.

Ketika aku tiba di rumah sore hari, aku dan Fay mendapati bekas rumpun lengkuas itu sudah rapi. Suji dan mahkota dewa tak rusak sedikit pun.

Foto:

Lengkuas (atas) [chutneychicks.wordpress.com]

Rumpun lengkuas (bawah) [lamanhati.com]


20 Comments

Sayur itu enak loh

Aku suka nonton acaranya Deddy Corbuzier, “Hitam Putih” di Trans 7. “Hitam Putih” edisi Senin, 15 Oktober 2012, menampilkan bintang tamu Donita, seorang model dan juga pemain sinetron.

Dalam acara itu terungkap kalau Donita sama sekali tak suka makan sayuran. Alasannya, karena bau. Bahkan secara bergurau dia bilang, jika sayuran tergolong makanan yang tidak layak makan.

Aku jadi teringat pada abangku. Di hari Lebaran lalu, baru aku tahu dari kakak iparku kalau abangku ternyata tak suka sayur.

Hah? Masa sih? Padahal seingatku, dulu ibu kami setiap hari selalu bikin sayur untuk sajian keluarga. Tak ada hari tanpa sayur. Makanya, kebiasaan itu menurun padaku. Setiap hari selalu nyayur.

Adikku juga senang sekali makan sayur. Dia makan sayurnya dengan cara dipisah dalam piring tersendiri. Setelah makanan utama, dia gadoin sayurnya semangkuk penuh. ๐Ÿ˜€

Alhamdulillah, Fay juga suka makan sayur. Bahkan menurut laporan guru pendampingnya, ketika anak lain melewatkan sayur, Fay mengambil sayur banyak-banyak di piringnya, saat makan siang di sekolah. Good girl. (y)

Setahuku sih, banyak sekali manfaat makan sayur –jenis makanan yang kaya serat. Sama enaknya dengan buah-buahan. ๐Ÿ˜€


10 Comments

Siomay atau Baso Sih?

Suamiku baru datang sehabis mengantarkan dagangan. Dia bawa oleh-oleh buat Fay: sebungkus siomay. ๐Ÿ™‚

Selagi Fay menikmati siomaynya, suamiku cerita ketemu Bang Latief, seorang teman lama, di tukang siomay. Katanya, dia bilang pada bang Latief kala dia baru selesai jajan baso.

Aku menatap mata suamiku sambil mencerna kata-katanya. Soalnya suamiku kalo jajan biasanya lebih memilih siomay daripada baso. Lagian ngapain dia jajan baso di luar, toh kami kan jualan baso yang ruarrrr biasa enak. ๐Ÿ˜‰ :))

Sejurus kemudian aku baru sadar, yang dia maksud dengan baso adalah siomay. Itu memang kebiasaan orang Bandung yang menyebutnya baso tahu, ketimbang siomay, termasuk suamiku. Biasanya sebutan itu disingkat lagi dengan menyebut baso saja.

Lha, aku kan anak Jakarta. Memang sih dilahirkan di Bandung, tapi dibesarkan di Jakarta sejak usia tiga tahun.ย  Baru setelah lulus SMA aku kuliah di Bandung.

Di Jakarta, yang namanya baso atau bakso, ya bakso bulet yang terbuat dari daging sapi yang disajikan di mangkuk lengkap dengan kuahnya. Selain itu, dilengkapi pula dengan mi , bihun, sawi, toge, dll.

Sedangkan siomay adalah jajanan yang terbuat dari tepung yang dicampur dengan ikan tenggiri (atau ikan lainnya), yang disajikan dengan saus kacang yang dibubuhi kecap (kalo di Jakarta, diberi juga pilihan saus cabe botolan).

Selain siomay, ada pula komponen lainnya, seperti tahu atau bakso tahu, pare, kentang, kol, telur rebus, juga otak-otak (kalau siomay yang mangkal di stasiun Cikini). :))

Aku memang selalu salah menafsirkan kalau suamiku menyebut siomay dengan baso. Kecuali kalau menyebutkannya secara lengkap: Baso Tahu! Gitu… ๐Ÿ˜€


6 Comments

Galak

Bagiku Facebook adalah jembatan. Penghubungku dengan teman-teman lamaku. Bertegur sapa dan tempat aku bisa bereuni tanpa harus bertemu muka. Meski FB juga bisa digunakan untuk janjian bereuni, bertemu langsung untuk melepas kangen setelah puluhan tahun terpisah. ๐Ÿ˜€

Teman-teman dari mulai SD sampai kuliah lengkap ada di daftar kontakku, meski tidak semuanya. ๐Ÿ˜€

Ada teman-teman lama yang cuma numpang nama berderet di daftar kontak, ada juga yang aktif berkomunikasi.

Nah, beberapa hari lalu aku berkomunikasi dengan seorang seniorku di unit kegiatan di kampus, seorang laki-laki.

Obrolannya sih biasa-biasa saja, mengenang masa lalu di kampus. Cuma ada komentar dia yang bikin aku pengen ketawa gimana gitu… Dalam pandangan dia, aku cewek galak yang pandai bela diri.

“Ah, masa sih? coba kita lihat penampakanku sewaktu kuliah di bawah ini:

Aku (kiri)

Hadeuh… segitu Imut-imutnya kan? Hahaha. Lagian, aku kan cuma ikut olah raga bela diri baru naik ke sabuk biru, itupun belum pernah fight sama sekali.

Weks… pantesan, aku baru ada yang melamar setelah berumur 30 tahun. Wkwkwkwkwk.


12 Comments

Biduk Lalu Kiambang Bertaut

Duluuu, ketika TVRI belum ada saingannya, ada program Bahasa Indonesia yangย  diasuh oleh Prof Dr JS Badudu, dosen di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran, Bandung.

Aku suka program ini. Entah mengapa, padahal pelajaran Bahasa Indonesiaku di sekolah biasa-biasa saja. ๐Ÿ˜€ Mungkin Pak Yus Badudu –demikian ia biasa dipanggil– pandai membawakannya dengan menarik atau karena memang waktu itu TVRI satu-satunya stasiun TV yang ada, jadi ya.. yang dipantengin cuma itu saja. Hehehe. ;))

Ada satu bahasan yang diuraikan oleh Pak Badudu yang masih kuingat sampai sekarang, Waktu itu Pak Badudu membahas secara khusus satu peribahasa yang jarang terdengar, dan sampai sekarang pun tidak populer. Bunyi peribahasa itu: Biduk Lalu Kiambang Bertaut.

Biduk, seperti kita tahu, adalah perahu kecil. Sedangkan kiambang (kayambang, Bhs Sunda) adalah sejenis tanaman air yang mengambang di permukaan rawa, danau, atau sawah.

Menurut Pak Badudu, peribahasa ini mengandung makna, saat dua saudara kandung bertengkar, setelah masalahnya selesai, mereka akan berbaikan kembali. Persis seperti tanaman kiambang yang terbelah oleh biduk yang melintas. Begitu biduknya berlalu, sekumpulan tanaman kiambang yang terpisah oleh biduk itu, akan kembali bertaut, dan kembali menutupi permukaan air.

Aku berharap, peribahasa ini tidak cuma berlaku buat saudara kandung, tetapi juga persaudaraan yang lebih luas, persahabatan. ๐Ÿ™‚

Keterangan foto: kiambang di sawah [http://shw.tugimun.fotopages.com]